Julianto Ekaputra: Socialpreneur yang Berbagi Pendidikan Gratis
“Siapapun berhak bermimpi menjadi seperti matahari pagi yang selalu dapat memberikan harapan-harapan baru bagi manusia. Harapan inilah yang mendorong pendiri sekolah gratis di Batu-Julianto Ekaputra-menamai institusi pendidikan yang dirintisnya dengan nama Selamat Pagi Indonesia (SPI). Pendiri berharap kehadiran sekolah SPI mampu memberikan harapan-harapan baru untuk generasi muda Indonesia yang bersekolah di sana. Mereka adalah anak-anak yatim-piatu, dan yatim atau piatu yang tergolong tidak mampu secara sosial ekonomi namun memiliki semangat untuk meraih masa depan yang cerah melalui pendidikan” (Didik Tri Hanggono – Wakil Kepala Sekolah SMA SPI
Sukma.co – Proses menempuh pendidikan untuk melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dapat diibaratkan sebagai perjalanan menyusuri jalanan terjal yang panjang dan berliku. Hampir seluruh masyarakat kalangan menengah ke atas, baik di negara maju dan juga negara berkembang sepakat, bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang memerlukan kucuran modal tiada henti.
Sayangnya, di negara berkembang seperti Indonesia masalah utama dari pendidikan yang bagus ialah biaya yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat kalangan menengah ke bawah memilih untuk berhenti atau bahkan tidak mengenyam pendidikan sama sekali.
Pendidikan selalu menjadi isu yang tiada habisnya dibahas di negeri Zamrud Khatulistiwa ini. Pendidikan juga telah mampu mendorong banyak pihak untuk melakukan berbagai aksi demi memberantas kebodohan agar tidak mengendap dalam pribadi anak bangsa. Salah satu sosok yang menaruh perhatian besar pada penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah Julianto Ekaputra.
Tekad kuat dan rasa prihatin pada nasib pendidikan anak Indonesia tumbuh dalam dirinya sejak tahun 2005 silam. Kala itu dirinya mengetahui informasi di koran terkait beberapa peristiwa bunuh diri beberapa anak yang terjadi di Jawa Timur dan Jakarta dikarenakan tidak bisa membayar uang sekolah.
Barulah pada tahun 2007, Julianto Ekaputra berhasil menunaikan ikrar tujuh tahun silam-mendirikan sekolah gratis-yang diucapkannya saat tengah memberikan motivasi pada anggota multilevel marketing (MLM) tempatnya bekerja. Dalam proses memenuhi ikrar tersebut, dirinya harus melalui berbagai macam rintangan. Awalnya, rekan-rekan di perusahaan MLM tempatnya bekerja menyangsikan janjinya untuk membangun lembaga pendidikan gratis tersebut. Namun, Julianto Ekaputra yakin bahwa niat baiknya tersebut akan terwujud.
Keyakinan tersebut ternyata berhasil mengetuk pintu hati rekan-rekan kerjanya. Secara rutin setiap bulannya rekan-rekan kerjanya menyisihkan 5% pendapatan pribadi dan pendapatan perusahaan untuk membantu terwujudnya proyek tersebut. Pada tahun 2003 sebanyak Rp 900 juta sudah dapat dikumpulkan oleh Julianto Ekaputra. Niat baiknya pun disambut positif oleh bos perusahaan MLM di Singapura, alhasil Julianto Ekaputra mendapatkan pinjaman uang sejumlah Rp5,3 miliar untuk membeli tanah seluas 3,3 hektar di Bumiaji, Kota Batu. Asrama dan sekolah tersebut kemudian mulai dibangun pada tahun 2005.
Perjuangan Julianto Ekaputra tidak cukup sampai disitu. Ia masih harus bersabar dan terus berusaha dalam memperjuangkan izin sekolah gratis yang akan dikelolanya. Pria kelahiran 8 Juli 1972 yang akrab disapa Ko Jul ini sudah berkali-kali menerima respon negatif bakal mendirikan sekolah untuk Kristenisasi, sekolah beraliran Islam radikal, hingga sekolah beraliran komunis.
Syukurlah pada tahun 2007, izin SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) pun berhasil ia kantongi. Proyek “berbagi pendidikan gratis” yang diperuntukkan untuk anak-anak tidak mampu dan anak yatim-piatu di berbagai penjuru Indonesia di mulai pada tahun itu juga. Syarat untuk menjadi murid di sekolah ini haruslah berasal dari berbagai penjuru Indonesia, dengan latar belakang suku bangsa, agama yang beragam,dan dari kalangan tidak mampu atau anak yatim piatu. Menariknya lagi sekolah ini tidak melihat kemampuan anak dalam bidang akademis.
SMA SPI mengusung konsep boarding school dengan memberikan fasilitas asrama bagi anak didiknya. Setiap anak yang bersekolah disana bahkan mendapatkan uang saku sebesar Rp150.000 – Rp200.000 per bulan. Lembaga yang dikelola oleh Yayasan SPI ini menyebut dirinya sebagai “Indonesia Mini” karena para murid yang diterima setiap tahunnya berasal dari perwakilan daerah di Indonesia. Hal ini menjadikan siswa-siswa di SMA SPI telah belajar secara langsung perihal keragaman daerah, kekayaan budaya Indonesia, merawat toleransi dan kerukunan di tengah kondisi sosial budaya yang berbeda. Berkat itu, SMA SPI kini menjadi rujukan untuk studi banding berbagai negara perihal keberagaman dan budaya di Indonesia.
Tidak hanya itu, Julianto Ekaputra dan jajaran pengurus SMA SPI juga telah menghadirkan “Transformer Center” sebagai laboratorium kewirausahaan, pendidikan karakter dan life skills bagi para alumni, dan seluruh siswa. Fasilitas yang disediakan diantaranya, kampoeng kidz,kampoeng teenz dan kampoeng succezz. Melalui laboratorium ini, Julianto berharap para siswa dapat menjadi pribadi yang kreatif, percaya diri dan mampu mengembangkan bakat dan potensi mereka secara serius.
Hal ini menjadi keunikan tersendiri yang dapat membedakan SMA SPI dengan sekolah pada umumnya. Alih-alih hanya fokus pada bidang akademis SMA SPI justru memilih memberikan perhatian lebih pada hal-hal yang bersifat non-akademis. Sejak masih di kelas satu para guru telah berusaha memetakan passion dan bakat para siswa. Dalam kurun waktu tiga tahun, anak-anak tersebut akan dibina untuk mengasah bakat mereka dan menjaga passion yang dimiliki agar setelah lulus mereka sudah siap terjun di dunia kerja. Hasilnya, sekolah kini telah membangun penginapan yang terbuka untuk umum. Usaha penginapan yang dikelola oleh para alumni dan siswa kini menjadi salah satu sumber penghasilan sekolah agar bisa memenuhi kebutuhan pendidikan para siswa. Ingin lebih mengenal SMA SPI? Tonton aja video wawancara redaksi Sukma.co bersama wakil kepala sekolah SPI di: https://www.youtube.com/watch?v=kwi9sbdjygI
Transformer Center juga menjadi wahana edukasi dan training center yang ditujukan untuk membekali siswa dengan berbagai keterampilan baru untuk kehidupan mereka kelak. Terdapat beberapa divisi dalam Transformer Center, diantaranya: 1) Divisi kitchen and restaurant, 2) Divisi marketing, 3) Divisi tour and travel, 4) Divisi MY5 store, 5) Divisi food production, 6) Divisi engineering, 7) Divisi show, dan 8) Divisi hotel.
Pendiri sekolah gratis asal Surabaya ini selalu berbangga dan bahagia pada anak-anak didiknya yang setelah lulus berhasil menjalankan bisnisnya, mampu menyekolahkan adiknya, membantu kehidupan keluarga dan juga berbagi pada orang-orang yang tidak mampu di saat diri mereka sebenarnya masih membutuhkan.
Clara Adinda Maharani, murid Kelas XII asal Blitar bercerita pada Sukma.co mengenai sosok Julianto Ekaputra di mata para murid,“Ko Jul bisa menjadi sahabat, bapak dan teman untuk bercerita. Setiap kami ada kendala, masalah, dalam kesulitan dan kebingungan, maka kami boleh sharing sama beliau dan para pembina. Beliau adalah sosok mentor luar biasa yang mau merangkul dan mendidik kami agar dapat menjadi orang yang luar biasa tanpa melihat latar belakang agama, dan sosial budaya kami” terang dinda dengan semangat.
Jejak langkah Julianto Ekaputra di kota Batu telah membantu ratusan anak Indonesia untuk dapat meraih masa depan yang lebih baik melalui jalur pendidikan. Sebagaimana Julianto Ekaputra, sudah saatnya kita jadi lebih berani memiliki mimpi dan niat yang kuat dalam mewujudkan sesuatu, karena melalui itulah diri ini baru bisa tergerak secara utuh untuk merealisasikannya. Jangan pula menunggu diri ini mampu secara sempurna dari segi finansial baru mau membantu orang lain. Kita bisa kok memulainya dari hal-hal kecil dan sederhana namun berdampak positif bagi lingkungan sekitar.
Videographer: Alvy Arimatul Hamim & Miftah Faridl
Desainer Infografik: Mochammad Elfithruzzuhru M.
Narasumber: Didik Tri Hanggono & Clara Adinda Maharani
Indonesia Young Entrepreneur Seri 3
Originally posted 2019-03-22 09:21:38.