International Women’s Day 2020: Sadari Peran Perempuan
SUKMA.CO – Bagi sebagian orang, menjadi perempuan bukanlah suatu hal yang mudah dilalui. Baik pada masa lalu maupun masa kini, perempuan masih terbelenggu dengan budaya patriarki yang mengakar kuat di Indonesia. Budaya ini menjadikan laki-laki memiliki dominasi yang lebih luas daripada perempuan. Jika peran perempuan hanya seputar macak, manak, lan masak (3M), hal ini berbanding terbalik dengan laki-laki yang memiliki hak istimewa untuk berperan dalam kepemimpinan politik, penguasaan properti, hak sosial, pendidikan, ekonomi, hukum, dan sebagainya. Dampaknya laki-laki merasa memiliki kekuatan yang lebih serta “hak istimewa” untuk melakukan apapun terhadap perempuan, termasuk mengeksploitasi serta melakukan kekerasan kepada perempuan.
Kabar terbaru yang menyebar melalui Twitter beberapa hari ini menyorot para suporter perempuan yang memberikan dukungan pada tim sepak bola dijadikan bahan objektifikasi seksual oleh para komentator bola. Mereka memberikan komentar yang bernada guyonan ketika kamera menyorot penampilan dan tubuh perempuan “Ada yang menonjol tapi bukan bakat. Ada yang besar tapi bukan harap” sembari tertawa bersama dan menganggap bahwa guyonan tersebut lucu. Jika dibiarkan berlalu, bukan tidak mungkin sepak bola menjadi salah satu olahraga yang tidak ramah terhadap perempuan. Bagaimana tidak jika keberadaan perempuan didalam stadion untuk mendukung tim kesayangannya tidak sedikit dari mereka mendapatkan catcalling dari para laki-laki, ditambah lagi semakin diperparah dengan adanya objektifikasi seksual dari para komentator.
Baca Juga: Julianto Ekaputra: Socialpreneur yang Berbagi Pendidikan Gratis
Potret budaya patriarki yang ada di Indonesia sangat tidak menguntungkan bagi posisi perempuan. Pada bidang pendidikan, perempuan dituntut memiliki pendidikan yang lebih rendah daripada laki-laki jika ingin segera dinikahi. Maka tidak heran jika perempuan yang memiliki pendidikan tinggi seringkali mendapat komentar “Laki-laki akan takut menikahi perempuan yang memiliki pendidikan tinggi”, hal ini berbanding terbalik jika laki-laki yang memiliki pendidikan tinggi maka ia dapat memilih perempuan yang diinginkannya.
Dominasi laki-laki turut menempatkan keadaan perempuan sebagai sosok yang lemah dalam kehidupan berrumah tangga. Sehingga konstruksi yang terbentuk di masyarakat bahwa seorang istri wajib hukumnya untuk patuh akan perintah suami termasuk dalam hal buruk sekalipun, memiliki keterbatasan dalam menentukan pilihan atau menyampaikan pendapat, penerima nafkah dari suami, tidak diberikan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ataupun mengembangkan bakat yang dimiliki, mengerjakan segala pekerjaan domestik seperti memasak, membersihkan rumah, serta merawat anak. Bahkan realitas sosial yang seringkali terjadi ialah mewajarkan apabila terjadinya kekerasan dilakukan jika istri tidak menuruti perintah suami.
Baca Juga: Optimisme dan Kekeluargaan, Motivasi untuk Para Penderita Kanker
Budaya patriarki turut menyumbang terjadinya diskriminasi pada pekerja perempuan. Beberapa diantaranya seperti pelecehan seksual maupun verbal, sistem kerja target yang tidak manusiawi, jam kerja yang panjang, pemberian tunjangan keluarga yang tidak merata, serta tidak adanya kesempatan untuk menyusui anak di jam kerja. Kasus terbaru terjadi pada buruh perempuan PT. Alpen Food Industry (ice cream AICE) yang mengalami keguguran dikarenakan jam kerja yang panjang dan beban kerja yang terlalu berat. Selain itu, untuk mengurus surat izin cuti haid, hamil, dan melahirkan selalu dipersulit.
Maka pada peringatan International Women’s Day 2020 yang jatuh pada tanggal 08 Maret ini, saya berharap perempuan dapat disadari peranannya. Berikan sedikit ruang untuk kami para perempuan berkarya, berdaya, dan memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara. Berikan kami kebebasan untuk mengenyam pendidikan setinggi tingginya tanpa perlu menghakimi kodrat kami sebagai ibu dan perempuan, berikan kami lingkungan yang aman dari segala bentuk pelecehan seksual, berikan pengadilan yang setimpal pada pelaku pelecehan seksual, berikan upah yang setara dengan tenaga yang kami keluarkan, biarkan kami menjadi diri kami sendiri tanpa perlu memberikan komentar yang menghakimi, serta biarkan kami berdaya dengan cara kami masing-masing. Selamat untukmu para perempuan, kamu perempuan hebat dan terima kasih sudah bertahan dengan kerasnya budaya patriarki yang ada.
“Berpendidikan tanpa takut dengan ‘Cowok enggak suka cewek yang terlalu pintar’. Berdandan tanpa peduli dengan ‘Aku suka wajahmu apa adanya’. Kejar mimpi tanpa perlu galau dengan ‘Kamu pilih mimpimu atau aku’. Kamu hebat dengan perjuanganmu” Fiersa Besari.