Depresi pada Mahasiswa Akhir, Benarkah Mempunyai Prevalensi yang Tinggi?
Daftar Isi:
Depresi pada mahasiswa terkait dengan tugas akhir seperti skripsi dapat memicu tingkat kecemasan yang tinggi. Kecemasan bukan hanya mengganggu kinerja akademik, tetapi juga dapat menimbulkan gejala fisik dan psikologis seperti gangguan pencernaan, kesulitan dalam pengambilan keputusan, dan masalah tidur.
Sukma.co — Depresi mempunya prevalensi yang tinggi pada mahasiswa tingkat akhir. Itulah mengapa, kesehatan mental sangat penting bagi individu dalam kehidupannya sehari-hari. Faktor-faktor seperti interaksi sosial, hubungan keluarga, dan pola hidup memiliki dampak yang besar pada kesejahteraan mental seseorang. Kondisi mental yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan, sementara gangguan mental dapat mengganggu kehidupan sehari-hari.
Masa perkuliahan merupakan fase penting dalam perjalanan dari masa remaja menuju kedewasaan, di mana mahasiswa mencari jati diri dan merencanakan masa depan mereka.
Masalah kesehatan mental juga memiliki signifikansi yang besar di dunia pendidikan, terutama di kalangan mahasiswa. Untuk dapat belajar secara efektif dan tetap fokus, mahasiswa perlu menjaga kesehatan fisik dan mental mereka. Masa perkuliahan merupakan fase penting dalam perjalanan dari masa remaja menuju kedewasaan, di mana mahasiswa mencari jati diri dan merencanakan masa depan mereka.
Mahasiswa sering menghadapi tekanan yang berasal dari tugas-tugas akademis, harapan dari orang tua, dan ambisi pribadi mereka untuk sukses di masa depan. Tekanan ini, bersama dengan fase transisi kehidupan yang dihadapi, meningkatkan risiko masalah kesehatan mental di kalangan mahasiswa.
Kasus ini menggambarkan dampak serius dari depresi di kalangan mahasiswa.
Salah satu kasus tragis terkait kesehatan mental di Indonesia adalah kasus seorang mahasiswa berusia 24 tahun dengan inisial MAS. Ia mengakhiri hidupnya dengan cara menceburkan diri ke Sungai Brantas, Kabupaten Malang. Kasus ini menggambarkan dampak serius dari depresi di kalangan mahasiswa. MAS, yang berada di semester 9 di sebuah perguruan tinggi negeri di Malang, mengalami tekanan berat karena kesulitan menyelesaikan skripsi.
Menurut Kasat Reskrim Polres Malang, AKP Gandha Syah Hidayat, MAS mengalami depresi yang cukup berat karena masalah akademik yang dihadapinya. Keluarga MAS juga mengungkapkan bahwa sebelumnya, MAS pernah mencoba bunuh diri pada pertengahan 2023 dengan melompat ke Sungai Metro, namun berhasil diselamatkan dan kembali ke rumah.
Data dari survei Kesehatan Mental Remaja Nasional Indonesia (I-NAMHS) juga menunjukkan prevalensi masalah kesehatan mental yang tinggi di kalangan remaja Indonesia, dengan satu dari tiga remaja mengalami masalah kesehatan mental.
Penemuan jasad MAS oleh seorang pemancing pada pagi hari memberikan gambaran bahwa tekanan akademik yang berat dan kesulitan menyelesaikan kuliah menjadi pemicu tindakan tragis tersebut. Tragedi ini menjadi peringatan akan pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental mahasiswa di Indonesia. Data dari survei Kesehatan Mental Remaja Nasional Indonesia (I-NAMHS) juga menunjukkan prevalensi masalah kesehatan mental yang tinggi di kalangan remaja Indonesia, dengan satu dari tiga remaja mengalami masalah kesehatan mental.
Apa Penyebab Munculnya Gangguan Kesehatan Mental?
Gangguan kesehatan mental pada mahasiswa sering terkait dengan tugas akhir seperti skripsi dapat memicu tingkat kecemasan yang tinggi. Kecemasan ini merupakan masalah kesehatan mental umum pada mahasiswa tingkat akhir akibat beban akademik yang berat dan sifat tugas yang bersifat individual. Selain itu, kurangnya interaksi dan komunikasi yang baik dengan dosen pembimbing juga dapat meningkatkan tingkat kecemasan.
Kecemasan bukan hanya mengganggu kinerja akademik, tetapi juga dapat menimbulkan gejala fisik dan psikologis seperti gangguan pencernaan, kesulitan dalam pengambilan keputusan, dan masalah tidur. Meskipun tidak semua mahasiswa mengalami kecemasan yang parah, hampir semua mengalami gejala yang mirip dengan yang tercantum dalam Self-Reporting Questionnaire (SRQ-20).
Stres juga dapat memicu masalah pencernaan seperti perut kembung, mual, dan rasa perih. Banyak mahasiswa yang merasakan sakit perut sebagai respons terhadap tekanan akademik yang mereka hadapi. Namun demikian, dengan menggunakan strategi koping yang efektif, respons stres seperti ini dapat diantisipasi agar tidak berkembang menjadi kecemasan atau gangguan kesehatan mental yang lebih serius.
Bagaimana Solusi Merawat Kesehatan Mental dalam Pandangan Islam?
Tekanan yang datang dari dunia sehari-hari seringkali membuat seseorang mencari ketenangan dan kedamaian batin. Para ahli stres merekomendasikan waktu tenang harian, dan bagi umat Muslim, shalat lima waktu memberikan kesempatan ini untuk menenangkan diri dan meningkatkan ketahanan terhadap stres. Praktik keagamaan ini dapat membawa ketenangan batin yang konsisten dan mengurangi dampak negatif stres sehari-hari.
Kedekatan dengan Tuhan dan aktifitas ibadah meningkatkan ketenangan jiwa dan kemampuan dalam menghadapi tantangan hidup.
Agama Islam juga memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan mental dan membantu penyembuhan gangguan mental. Pengalaman beragama membantu melindungi individu dari gejala gangguan mental serta membantu mereka memulihkan kesehatan jiwa. Kedekatan dengan Tuhan dan aktifitas ibadah meningkatkan ketenangan jiwa dan kemampuan dalam menghadapi tantangan hidup. Sebaliknya, jarak yang semakin jauh dari agama sering membuat seseorang kesulitan mencapai ketenangan batin.
Mahasiswa yang menghafal Al-Qur’an juga cenderung lebih mudah menghindari stres karena mereka memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Ketika menghafal Al-Qur’an, mereka merasakan kedekatan dengan Allah dan merasakan perlindungan. Mereka berusaha mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Menurut penelitian, kecerdasan spiritual membantu seseorang menjalani kehidupan dengan lebih tenang dan terarah.
Kedekatan spiritual ini tidak hanya memperkuat kesehatan mental mereka, tetapi juga memberikan arah hidup yang jelas, sehingga mereka dapat lebih resilien dalam menghadapi tekanan dan tantangan hidup.
Menghafal Al-Qur’an membantu mahasiswa merasa lebih berdaya dan optimis, baik dalam menghadapi masa lalu maupun masa depan. Kedekatan spiritual ini tidak hanya memperkuat kesehatan mental mereka, tetapi juga memberikan arah hidup yang jelas, sehingga mereka dapat lebih resilien dalam menghadapi tekanan dan tantangan hidup. Dengan panduan spiritual yang kuat, mahasiswa yang menghafal Al-Qur’an dapat menghadapi berbagai situasi dengan lebih tenang dan percaya diri.
Kesehatan mental mahasiswa dipengaruhi oleh faktor seperti tekanan akademik dan sosial. Praktik keagamaan seperti shalat dan menghafal Al-Qur’an dapat meningkatkan ketahanan mental, menghindarkan dari stres dan gangguan mental. Pendekatan spiritual membantu mahasiswa mengatasi tekanan hidup, meningkatkan kesehatan mental, dan memberikan ketenangan jiwa.
Penulis : Husniatul Mutmainnah, mahasiswa Prodi Tasawuf dan Psikoterapi, Fakultas Ushuluddin dan Filfsafat, Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya.
Editor: Faatihatul Ghaybiyyah, M.Psi.