Opini

Seri Pola Asuh, Orang Tua yang Kolot atau Anak yang Kualat?

April 11, 2022

author:

Seri Pola Asuh, Orang Tua yang Kolot atau Anak yang Kualat?


Sukma.co — Sikap orang tua menjadi cerminan untuk anak dalam membantu memahami dunia barunya yaitu anak menjadi peniru ulung atas tindakan terpuji atau tidaknya orang tua. Sejak bayi sekalipun mereka sudah dianugerahi oleh Tuhan untuk merekam segala peristiwa melalui mata dan pendengarannya. Kebanyakan orang tua berpandangan bahwa anak yang masih bayi tidak mungkin mengerti apa yang dikatakan dan dilakukan orang tua.

Memang benar, bayi tidak akan mengerti, tetapi tanpa disadari perkataan dan sesuatu yang dilakukan oleh orangtuanya akan memengaruhi bagaimana orang tua itu dalam merespon si bayi atau sekedar bermain. Sebagai orang tua, apapun kondisi yang dimiliki baik emosi stabil maupun emosi tidak stabil, harus berusaha untuk sebisa mungkin mengontrol emosionalnya ketika berhadapan dengan anak, karena ada suatu peristiwa yang nantinya akan dicontoh oleh anak di kemudian hari.

Orang tua terdahulu berbeda dengan orang tua zaman sekarang yang masih berpandangan tegas dan lurus dari turun temurun. Seperti selalu ada keyakinan yang berpantangan dijadikan pegangan dalam menyelesaikan setiap permasalahan. Pengaruh budaya nenek moyang dijunjung karena begitu nyata dampak yang dirasakan. Bagaimana mungkin orang tua yang otoriter, tegas dan kaku dalam mendidik anak, bisa berhasil menjadikannya panglima besar dikemudian hari?

Melihat zaman dahulu masih erat akan bau penjajahan dan penindasan yang kasar, mungkin agar peran orang tua terlaksanakan maka sikap otoriter, tegas, kaku dan kasar itu ditujukan tidak lain supaya anak mau menurut dan takut kepadanya. Perbedaan baik, waktu dahulu dan sekarang tidaklah mengubah kewajiban sebagai orang tua yang tetap harus mendidik anaknya agar berguna dikemudian hari dan diharapkan bisa mewariskan sikap baik orang tuanya.

Mendidik dan Gagal

Sebagai pemilik hak sepenuhnya atas mendidik dan membentuk anak seperti yang ada di dalam konsep pikirannya, orang tua tidak boleh serta merta berkuasa dalam memperlakukan anak. Jangan salah, bahwa anak juga memiliki hak kebebasan yang bisa saja tidak sejalan dengan ekspetasi orang tuanya. Sebuah pemandangan di sekitar, masih ada orang tua yang berpikiran dengan membatasi hak anak seperti, sekolah langsung pulang, mengikutkan kursus pelajaran, pulang kursus masih harus belajar, dan bahkan tuntutan harus juara dan berprestasi.

Orang tua berpikir dengan begitu anak akan pintar dan membuatnya bangga, tetapi mereka tidak berpikir apakah anak mampu melakukannya? Orang tua yang dihadapkan dengan jadwal padat sekalipun akan merasakan penat, lelah sampai stress. Apalagi anak, tentu merasa bosan, lelah, atau mungkin bukan semakin pintar, malah sebaliknya. Anak memerlukan waktu kebersamaan dengan orang tua, bermain, dan kesempatan untuk mengeksplor diri jangan sampai pupus hanya karena pemikiran kolot yang diyakini oleh orang tua.

Pada kasus lain anak mengalami kesedihan, lalu orangtuanya sering mengabaikan saat anak membutuhkannya dan akhirnya ketika orang tua datang untuk memeluknya anak akan merasa bahwa orang tuanya tidak selalu ada untuk dirinya, sehingga ketika anak ditinggal oleh orang tua anak akan mencari, namun ketika orang tuanya ada untuk dirinya maka anak menolak. Emosional yang kuat akan membentuk pola relasi antara orang tua dan anak di masa bayi hingga masa kanak-kanak yang nantinya sangat menentukan bagaimana kepribadian anak di masa dewasa.

Membentuk kelekatan memengaruhi bagaimana perilaku anak kepada orang tuanya dan begitu sebaliknya. Dewasa nanti, kelekatan yang aman di masa lalu antara anak dengan orang tua sudah pasti membentuk relasi yang positif, saling mendukung, dan tumbuh rasa percaya di antara keduanya. Sedangkan anak dengan kelekatan tidak aman, sulit menciptakan hubungan dengan orang lain, mengalami masalah dalam perkembangannya, tidak patuh bahkan anak menentang keinginan orang tuanya.

Anak membenci perubahan sikap orang tua yang berkonsistensi memberi perhatian menjadi cuek dan apatis karena satu dan lain hal, dengan begitu orang tua juga tidak bisa memaksa anak mengalami perubahan sikap yang sama. Anak mencari perhatian di luar dengan kondisi lingkungan yang tidak terkendali, misalnya mengikuti geng berandalan, merokok, sampai narkoba. Jika hal itu terjadi, tidak sedikit orang tua yang merasa gagal dalam mendidik anaknya. Semua anak menginginkan kelekatan yang aman dari orang tuanya, begitupun dengan orang tua yang mengharapkan sikap patuh anak terhadapnya.

Siapa Yang Harus Sadar?

Pada umumnya, orang tua memiliki gaya pendidikan dalam pengasuhan anak. Setiap orang tua memiliki caranya sendiri. Pengasuhan otoriter seperti zaman dahulu sudah tidak bisa digunakan di era sekarang, hanya orang tua kolot yang menggunakannya dengan banyak harapan tinggi kepada anak. Pola asuh yang sesuai dengan era sekarang adalah gaya disiplin yang positif dan demokratis di mana membentuk aturan bersama anak, mencari solusi bersama dalam sebuah problematika, mengikuti perkembangan belajar anak, menjadi teladan, mengikutsertakan anak dalam menentukan keputusan serta tegas tetapi sayang, dengan begitu tidak akan menjatuhkan kehormatan sebagai orang tua. Gaya pengasuhan menjadi dasar pembentukkan kepribadian pada anak yang memengaruhi bagaimana sikap dan perilaku mereka dalam menerima serta memberi respon.

Bagaimanapun keadaan orang tua, anak tidak dapat memilih dilahirkan dari orang tua yang seperti apa, karena kewajiban anak hanyalah berbakti dan menghormati mereka. Dalam Islam, berbuat baik kepada orang tua hukumnya fardhu  ain (wajib) bagi setiap muslim seperti dijelaskan di dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 36 Allah berfirman, “Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada orang tua Ibu Bapak.” Termasuk anak yang kualat kepada orang tua jika berani menentang, menyelisihi, berkata kasar dan menyakiti hatinya karena perilaku atau perkataan yang buruk kepada mereka. Oleh karena itu, wajib berbakti kepada orang tua sebagai bentuk daripada balas budi kebaikan mereka yang melahirkan dan mencari nafkah untuk kehidupan seluruh anaknya.

Perbedaan pandangan pasti terjadi di setiap manusia apalagi di antara orang tua dan anak dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi masalah serius jika tidak diatasi. Terkait antara anak kualat atau orang tua yang kolot sebenarnya tidak ada andai mereka saling memahami. Kemudian meningkatkan hubungan komunikasi untuk menambah kedekatan emosional dengan anak menjadi salah satu cara mengurangi perbedaan pandangan tersebut.

Orang tua yang dekat dengan anak, akan mengetahui karakteristik masing-masing anaknya, karena setiap anak itu mempunyai keistimewaan yang berbeda, ada anak yang ingin diperhatikan, dipuji atas hasil usahanya, diberikan tutur kata yang lembut tanpa bentakan dan sebagainya. Perlu adanya kesadaran untuk sama-sama belajar memahami satu sama lain, mencoba terbuka atas keinginan, dan yang terpenting harus tetap menyayangi diantara keduanya (anak dan orang tua).

Penulis: Arizka Khoirunnisa, Mahasiswa Psikologi Semester Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Editor: Faatihatul Ghaybiyyah, M.Psi.


Silahkan login di facebook dan berikan komentar Anda!