Psikologi Populer Sukma

Psikologi Kesehatan: Reaksi Psikologis Penyandang Diabetes

April 21, 2020

Psikologi Kesehatan: Reaksi Psikologis Penyandang Diabetes


SUKMA.CO – Berbagai tuntutan hadir sebagai penyandang diabetes seringkali membuat kita merasa tertekan dan kewalanan, rasanya ingin menyerah namun menyerah bukan pilihan. Hidup berdampingan dengan diabetes bukan hal mudah bagi sebagian orang. Sayangnya, layanan pengelolalaan diabetes yang ditawarkan umumnya terbatas pada pengobatan medis seperti mengonsumsi obat, berolah raga, mengelola makanan, dan lain sebagainya. Padahal faktor psikologis juga berperan penting. Kita sering lupa bahwa kesehatan adalah keterkaitan antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Misalnya, saat tertekan atau stres, kita merasa tidak mampu lagi mengelola diabetes, tekanan gula semakin naik atau muncul keingin mengonsumsi makanan manis. Tentu hal ini memperburuk kondisi diabetes yang dialami.

Baca Juga: Dewi Ayu “Cantik Itu Luka” dalam Perspektif Feminisme

Pemahaman tentang kondisi psikologis penyandang diabetes menjadi penting dalam mengoptimalkan perawatan penyakit yang diderita. Kondisi psikologis meliputi tingkat penerimaan terhadap diagnosis diabetes yang diberikan, cara seseorang untuk beradaptasi dengan hal-hal rutin yang harus dilakukan, dan pada akhirnya menghadapi perkembangan kondisi serta kemungkinan komplikasi penyakit. Bagaimanapun, hidup dengan diabetes dalam jangka panjang memicu stres dan membutuhkan berdamai dengan kondisi tersebut. Beeney (dalam Kalra, et al., 2019) menemukan tahapan pasien saat didiagnosis diabetes yang disingkat “Tomas Sate” (tolak, marah, salah, sedih, terima). Berikut merupakan penjelasan dari tahapan reaksi emosi saat didiagnosis diabetes.

1.Denial (penolakan)

Penolakan adalah respon umum yang terjadi saat mengalami peristiwa yang tidak menyangkan seperti ketika didiagnosis diabetes. Pada saat pertama didiagnosis, respon emosi yang umum adalah berusaha menolak, tidak percaya, dan mencoba beberapa pembanding. Pada kondisi tertentu, penolakan merujuk pada kemampuan pasien untuk memonitor kondisi, berinisiatif mencari alternatif pengobatan, dan mengelola penyakitnya. Pada hal yang sangat penting, apabila  penolakan berkepanjangan biasanya memunculkan kondisi fisik dan komplikasi lebih awal.

2. Anger (marah)

Kemarahan biasanya muncul sebagai respon terhadap suatu yang dirasakan sebagai pelanggaran. Setelah didiagnosis diabetes, pasien merasa tidak terima dan marah atas kondisi tidak terduga (didiagnosis diabetes). Pasien biasanya merasa frustrasi dan mempertanyakan mengapa diabetes ada pada dirinya. Keadaan emosional seperti itu dapat menghambat kemampuan alami tubuh dalam menghadapi stres dan memperburuk kondisinya.

Baca Juga: International Women’s Day 2020: Sadari Peran Perempuan

3. Guilt (perasaan bersalah)

Setelah didiagnosis menderita diabetes, perasaan bersalah yang realistis ataupun tidak realistis biasanya muncul. Hal ini dikelola dengan menjawab pertanyaan sendiri seperti “mengapa saya merasa bersalah?”; “apa kesalahan saya?”; “apa yang harus saya lakukan saat merasa bersalah?”, dan pertanyaan-pertanyaan lain.

4. Sorrow (perasaan sangat sedih)

Hal ini adalah respon normal terhadap diabetes yang mungkin timbul dari kesedihan dan perasaan kehilangan. Depresi sering ditandai oleh perubahan tidur yang berkelanjutan, kelelahan, kehilangan nafsu makan, tidak tertarik dalam kegiatan sehari-hari selama beberapa minggu. Kondisi ini bisa saja mengganggu perawatan diri penyandang diabetes dan dapat dikelola melalui perawatan psikologis seperti konseling.

5. Acceptance (penerimaan)

Hal ini mungkin memahan waktu umumnya hingga akhirnya individu menerima situasinya dan memersiapkan diri untuk hidup bersama dengan diabetes. Namun tahap ini membutuhkan kesabaran, dukungan dari orang lain, dan pengelolaan gaya hidup baik dari makanan, pengobatan, dan pengelolaan stres.

 

 


Silahkan login di facebook dan berikan komentar Anda!