Opini

Bagaimana Mengolah Prasangka Kita Agar Tetap Positif Selama Pendemi

Mei 11, 2020

author:

Bagaimana Mengolah Prasangka Kita Agar Tetap Positif Selama Pendemi


Menjadi pribadi yang seutuhnya berasal dari prasangka dii sendiri. Lalu bagaimana mengolah prasangka agar tetap positif selama pandemi?

SUKMA.CO – Dengan tercatatnya kasus covid-19 sebanyak 14.265, dengan kematian 991 jiwa, dan kesembuhan 2.881 jiwa pertanggal 11 Mei 2020, menjadikan masyarakat Indonesia semakin resah akan penyakit yang menyebabkan pandemi ini. Banyak dampak yang dialami setiap orang, kesehatan jelas tentu, lalu diikuti karir yang berujung pada sektor perekonomian industri mikro maupun makro.

Semakin kesini kondisi pangan Negara mulai diperhitungkan stoknya untuk beberapa bulan ke depan. Beberapa toko di daerah tertentu menjual sembako dengan jumlah terbatas, tidak boleh ugal-ugalan dalam berkonsumsi.

Tak heran jika beberapa orang mengalami tekanan pikiran. Sehingga beberapa ada yang memberontak “virus ini adalah hoaks” dan sebagian ada yang mencoba untuk menerima kenyataan, dengan semboyan “makan nggak makan yang penting kumpul” masih cukup populer.

Klasifikasi dan bagaimana mengolah prasangka

Hidup yang serba kekurangan lebih baik daripada harus melihat sanak saudara yang bergelimpungan di kasur yang nestapa dengan penyakit yang sangat menakutkan. Semua keputusan kembali kepada prasangka orang tersebut. Sedangkan John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori.

Baca juga : Lihat, Bagaimana Seorang Extrovert Menghadapi Masa PSBB Agar Tidak Stres?

Tiga kategori ini yaitu, Prasangka kognitif, yang merujuk pada apa yang dianggap benar. Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai. Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.

Pada tahap kognitif, kita diajak berpikir. Semua hal pasti ada sisi positif dan negatifnya. Maka arahkan pikiran kita pada hal-hal yang positif bahwasanya “Dibalik covid-19 pasti ada hikmahnya”. Pada tahap afektif, kita mengajak emosi kita untuk bahagia, bukan sedih ataupun ragu. Kita bulatkan tekad dan ambisi. Seburuk apapun kondisi yang mencekam hidup, senyum adalah cara untuk tegar dan gagah.

Sedangkan pada tahap konatif, kita diajak untuk bertindak dan bergerak untuk mencapai apa yang dituju. Oke, covid-19 meregut sebagian aktifitas hidup kita. Tetapi, kita memiliki opsi yang banyak untuk melanjutkan hidup. Kita bukan hidup di neraka, tetapi hidup di bumi yang masih banyak alternatif untuk menuju roma, bukan?

Baca juga : Sepiring Nasi Di Hari RayaSepiring Nasi Di Hari Raya

Menjadi pribadi yang seutuhnya tidak dipengaruhi oleh lingkungan, apalagi karena covid-19. Melainkan menjadi pribadi yang seutuhnya berasal dari internal kita sendiri, yaitu prasangka. Banyak orang yang sukses karena mereka berprasangka “aku akan sukses”. Banyak orang yang tenang ketika menghadapi cobaan dan berbagai tantangan karena mereka berpikir selayaknya semboyan di film “3 Idiots” olahan India, yaitu “All is well”. Semua akan baik-baik saja.

Lantas, sudah saatnya mulai sekarang kita ubah prasangka buruk untuk hijrah kepada prasangka baik. Untuk pribadi yang utuh. Untuk menjadi manusia yang manusia. (kj)


Silahkan login di facebook dan berikan komentar Anda!