Media Sosial Menghilangkan Karakter Para Remaja ?
Ada sebuah peristiwa, ada seorang remaja yakni mahasiswa yang sudah bosan dengan kehidupan di dunia nyata dan menjadikan dunia maya sebagai bentuk dia berinteraksi dengan siapapun. dia memiliki teman yang banyak di social media maupun didunia nyata, tetapi karna dia sering eksis di Instagram, youtube, whatsaap dll, dia sering lupa bahwa dia berada di dunia nyata bukan dunia maya. Ia sangat tergila-gila bahkan keinginanya untuk membeli alat-alat ektronik yang canggih-canggih pun semakin menjadi-jadi” Kasus ini membawa fenomena baru bahwa di zaman sekarang kebanyakan orang merasa dirinya lebih berani menampilkan dirinya di media social di bandingkan dengan kehiduan nyata
Media sosial, salah satu keajaiban teknologi komunikasi, merupakan salah satu media terbesar untuk berkomunikasi. Namun, juga dapat menjadi perusak karakter terbesar dalam waktu yang sama bagi para pemuda Indonesia. Tidak perlu sampai lima menit, mudah sekali seseorang menemukan hujatan, ejekan, dll di kolom komentar atau balasan status, dan chat.. seseorang sering kali mencari-cari balasan orang lain melalui media social seperti pencarian validasi dilakukan dengan mencari kuantitas jumlah antara likes, comments, dan views dengan begitu saja remaja mampu meningkatkan moodnya. Dan seketika Narsisme menjadi cara utama mengatasi rasa perlunya untuk dibutuhkan melaluivalidasi media sosial.. dunia maya bisa menjadi relasi yang baik dengan dunia nyata Setiap orang yang aktif bermedia sosial, selalu menggunakannya berinteraksi dengan sesama pengguna media social
Penghancur kesehatan mental?
Remaja di era sekarang lebih memntingkan sesuatu yang menyenangkan bagi mereka yang mewakili pikiran mental untuk disampaikan pada teman temanya di dunia maya. Fenomena ini menyakinkan bahwa Orang-orang melihat kumpulan foto dan video yang diedit untuk memperlihatkan citra terbaik untuk dibandingkan dengan proses kehidupan nyata seperti kegagalan, penolakan, dan titik terendah dalam hidup . hal ini sangat berbahaya karena dapat merusak mental remaja karena terlalu banyaknya ia menggunakan media social seakan-akan sebagai ajang kepercayaan diri dan motivasi lebih ditekankan di media social. Akibatnya banyak remaja yang rela mempertahankan jumlah followers / menjaga image agar terlihat sempurna di kayar kaca. Remaja-remaja tersebut dapat memposisikan dirinya sebagai remaja yang aktif dan pasif dalam hal ini. sudah bias dilihat dari cara dia menyampaikan sebuah curahan hatinya atau hanya sekedar pansos. Ada remaja yang sangat aktif dalam membalas pesan karena pesan tersebut mengagung-agungkan dia karena konten yang ia buat sangatlah menarik perhatian orang-orang di dunia maya. Sedangkan para remaja yang memiliki respon pasif akan banyak menghinanya. Ini akan memunculkan masalah-masalah seperti kericuhan yang dapat berujung pada kesehatan mentalnya yang terganggu akibat e jekan yang ia terima. Berdasarkan fenomena diatas, peran media sosial akan menjadi ruang ekpresi emosi dalam mengisi proses hubungan antar generasi.
Media ini membuat banyak remaja yang mengakses yang aneh-aneh, pasalnya media ini bisa mencari apa saja yang kita akan cari, meskipun ada batasannya tetapi namanya anak remaja membutuhkan edukasi tentang pengalaman seputar media massa. Anak-anak dibawah umur tidak luput dari peranan mereka memainkan media sosial. Mereka berimajinasi dan ikut berproses aktif dan ikut-ikut membuat konten-konten yang lagi viral. Dan banyak para remaja yang mempunyai medsos dan berteman dengan berbagai khalayak umum seperi artis, selebgram dll. mengirim sebuah pesan melalui chatting, video call dan platform lainya bias juga membangun komunikasi yang baik untuk menuangkan ide-ide kreatif pada remaja. Kesadaran diri sendiri dan disiplin menjadi solusi yang bertahap dan tidak instan. Akan tetapi bila dilakukan akan menjadi pribadi yang lebih baik.
Apakah media social itu disiplin?
Kesadaran diri sendiri dan disiplin menjadi solusi yang bertahap dan tidak instan. Kenyataan tersebut sebagai acuan bahwa meskipun media social itu keras tetapi ada juga rasa disiplinnya. Kita bias bertindak dengan mengontrol penggunaan media sosial; seperti membatasi frekuensi penggunaan media sosial menjadi maksimal lima kali seminggu, menjaga jarak smartphone dan tempat tidur saat mengisi baterai, atau hapus media sosial yang lebih memiliki pengaruh negatif. Di Indonesia setiap tanggal 10 Juni diperingati sebagai hari Media Sosial. Dilansir dari Liputan6.com, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), Jendral Idham Azis menyatakan bahwa media sosial, memiliki peranan penting dalam sarana berkomunikasi dan memberikan informasi kepada masyarakat di era globalisasi. Oleh sebab itu, masyarakat diharapkan bisa menggunakan media sosial secara bijak dan disiplin. Sebab jejak digitak sulit untuk dihapus Dengan media social dalam dunia virtual yang semakin bagus membuat para remaja tertarik untuk menggunakannya.
Di era globalisasi sekarang ini banyak sekali bermunculan sosial media. generasi sekarang sudah maju semua mulai dari elektronik, adanya media social ini menguntungkan bagi mereka-mereka yang mempunyai sanak saudara yang jauh, bias juga berkomunikasi dengan teman lama dan beradaptasi dengan siapapun, bahkan orang yang tidak dikenal dari seluruh penjuru dunia. tetapi Banyak juga remaja yang kurang edukasi, membuat remaja ini luasa untuk mengakses yang tidak benar di internet maupun konten-konten 18+ yang seharusnya tidak di tontonkan atau tidak di perjual belikan secara illegal. Susah bersosialisasi dengan orang sekitar. Karna penggunaan media sosial membuat malas para user untuk berkomunikasi dengan dunia nyata. untuk seorang pelajar, apabila sudah kecanduan maka meraka lebih mementing hal tersebut dari pada keperluan, bahkan rela menyisihkan uang saku jika itu sangat membutuhkan kuota internet. Oleh karena itu, meski sosialisasi di dunia virtual niscaya diakusi sebagai medan sosial generasi, mereka tetap membutuhkan kematangan diri dan sosial untuk menyeimbangkan perkembangan mereka tetap menjadi generasi yang kreatif dan produktif
media virtual menjadi berkembang jika manusia membangun dan melakukan hal-hal yang mengedukasi. remaja seharusnya berfokus pada pengembangan diri sendiri daripada sibuk mengurusi orang lain. Karena pada akhirnya, hidup kita berada di tangan diri sendiri masing-masing. Dari hal tersebut maka muncullah kesempatan dan akses yang luas dengan berpikir secara dewasa dan menjadi lebih baik. Pendapat Leo Tosloy yang berkata “Banyak yang tahu bahwa orang lain harus berubah. Tetapi sedikit yang tahu, bahwa diri merekalah yang seharusnya berubah.” Motivasi ini bisa menjadi tamparan keras bagi gen Z, untuk berbenah diri dari mulai yang paling sederhana yaitu dengan tidak memburu validasi di media sosial lagi, demi masa depan yang lebih baik.
Silahkan download tips jitu dan sederhana, teknik menulis di media massa, cukup dengan delapan langkah, pasti akan termuat di media massa ternama. Semoga sukses!
Penulis : Abdulloh Aziz Assa’diy, @aassadiy@gmail.com, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Sumber Bacaan
http://ojs.uma.ac.id/index.php/simbolika/article/view/3607