Kolumnis Opini Psikologi Sosial

Ladies, Tentukan Definisi Cantik Sendiri!

Mei 1, 2020

Ladies, Tentukan Definisi Cantik Sendiri!


SUKMA.CO – Ladies, cobalah tentukan definisi cantik sendiri. Jangan sampai definisi cantik yang kita miliki adalah luka hasil dari dikte atau tuntutan orang lain.

Sore ini, saya dibuat geram oleh tweet yang ada dalam sebuah akun base di Twitter. Tweet tersebut berisi curahan hati seorang wanita yang dituntut menjadi cantik oleh pacarnya. Bagaimana saya tidak geram, ini merupakan satu dari sekian banyak curhatan serupa yang seringkali mampir di timeline saya.

Saya pun menyimpulkan bahwa sebagian besar wanita, setidaknya pernah dituntut menjadi cantik yang sesuai dengan standar kecantikan yang ada di masyarakat. Bahkan, oleh orang terdekatnya sekalipun.

“Aku dituntut untuk menjadi cantik oleh pacarku, dituntut untuk memiliki kulit putih, dan menjadi wanita yang good looking gitulah. Aku sebenarnya juga ingin, tapi bagaimana lagi karena menjadi cantik butuh proses tidak bisa semalaman langsung berubah menjadi cantik. Seringkali aku di tagged pada post Instagram wanita-wanita cantik (yang sesuai selera pacar) dan pacarku menuntutku untuk menjadi cantik seperti wanita-wanita itu. Aku harus bagaimana? Aku sakit hati diperlakukan seperti itu” katanya.

Baca Juga: International Women’s Day 2020: Sadari Peran Perempuan

Apa sih sebenarnya cantik itu?

Seperti yang banyak kita ketahui, memiliki warna kulit putih, tubuh langsing, rambut lurus dan hitam, serta kulit kencang, adalah trend setter standar kecantikan pada remaja dan wanita dewasa. Selain dari ini, wanita yang memiliki kulit gelap, rambut keriting, dan tubuh yang berisi seringkali dianggap tidak cantik. Parahnya lagi, wanita-wanita inilah yang seringkali menjadi korban bullying dan diberikan julukan yang menjurus pada bentuk fisiknya seperti si gendut, si keriting, si kribo, si hitam, dan lain sebagainya.

Hal tersebut dianggap wajar manakala media massa berperan besar untuk memproduksi dan mengkonstruksi arti kecantikan. Lihatlah sinetron dan film di Indonesia saat ini, adakah tokoh utamanya yang tidak cantik? Tidak ada. Bahkan kebanyakan sinetron atau film di Indonesia beberapa tahun terakhir banyak memainkan artis-artis berdarah blasteran sebagai bintang utamanya.

Sudah terbayangkan bagaimana rupa artis-artis ini? Pastinya sangat memenuhi standar cantik di masyarakat. Keturunan bule, hidung mancung, badan tinggi dan langsing. Nah kalau yang berwajah biasa saja atau yang tidak memenuhi standar cantik di masyarakat, pasti mendapat perannya kalau tidak korban bullying, ya dayang-dayang tokoh utama.

Bagaimana sih cantik terbentuk?

Gambaran mengenai konsep tubuh ideal yang berkembang di masyarakat merupakan sebuah budaya yang dibentuk oleh masyakat itu sendiri. Budaya ini disebut budaya objektifikasi yang didalamnya berisi praktik-praktik objektifikasi seperti mengomentari tubuh, mengevaluasi tubuh dan sebagainya (Fredrickson & Roberts, 1997).

Umumnya, untuk menjadi wanita yang dapat dikategorikan ideal, wanita mengadaptasi cara pandang orang lain sebagai individu ketiga. Saat mengadaptasi banyak evaluasi yang dilakukan secara terus menerus sehingga terjadilah pembiasaan yang disertai proses internalisasi. Proses internalisasi inilah yang menjadikan wanita melakukan objektifikasi diri.

Objektifikasi diri merupakan suatu pementingan peran dalam aspek fisik yang tampak (seperti warna kulit, bentuk tubuh) daripada aspek kompetensi fisik yang tidak tampak (seperti kesehatan, stamina) dalam menentukan kualitas tubuh seseorang (Fredrickson & Roberts, 1997).

Baca Juga: Kehidupan Di Era Moderat, Tipisnya Batas antara Kepalsuan dan Realita

Dengan demikian, tidak mengherankan apabila wanita memutuskan untuk melakukan berbagai macam cara agar bisa tampil cantik sesuai dengan standar kecantikan di masyarakat.

Pengaruh masyarakat

Dorongan atas standar sosial menyebabkan wanita dengan segan mengurangi porsi makan, diet ketat, olahraga ketat, mengonsumsi suplemen diet, memakai krim pemutih, dan sebagainya. Lalu apakah jika wanita berhasil mencapai standar cantik yang ada, masyarakat akan memberikan apresiasi atas pencapaian tersebut? Oh belum tentu.

Pastinya, akan selalu ada celah untuk masyarakat kembali mengevaluasi atau mengomentari “ketidaksempurnaan” yang ada. Entah badan yang terlalu kurus seperti terkena cacingan atau kurang gizi, atau badan terlalu putih seperti mayat.

Jika wanita terlarut untuk memenuhi ekspektasi yang ada di masyarakat, tentu tidak akan ada habisnya. Maka sudah seharusnya apabila wanita memiliki keteguhan hati untuk berjalan sesuai kehendaknya sendiri tanpa terpengaruh oleh campur tangan orang lain, dan begitu pula saat mereka memperlakukan tubuhnya.

Ketahuilah bahwa “No one is born ugly, we’re just born in a judgemental society – Kim Nam Joon”. Iya kita memang hidup dimana kecantikan didefinisikan sebagai kata benda, bahwa wanita cantik harus yang putih, langsing, bla bla bla.

Cobalah untuk mendefinisikan kata cantik menjadi sebuah kata kerja, bahwa wanita yang cantik ialah ia yang memiliki kontribusi, empati, tindakan, dan perbuatan yang semata-mata menyebarkan energi positif bagi orang-orang disekitarnya. Itulah definisi cantik yang sesungguhnya.

Ladies, please, definisikan kata cantikmu sendiri. Tidak ada salahnya kok kalau wanita ingin tampil cantik dengan berbagai skincare dan make up yang ada di tubuhnya, tetapi lakukan hal tersebut hanya untuk dirimu sendiri dan jangan mau didikte oleh standar cantik yang dibuat orang lain.

Ingatlah bahwa setiap orang sudah dibekali dengan kecantikan bawaan dari lahir dan bisa jadi itu merupakan suatu anugerah yang tidak pernah kita duga. Kenapa harus terganggu dengan ekspektasi orang lain, tubuh kita menggambarkan identitas kita. Seperti gen pada rambut yang menunjukkan identitas kita, atau warna rambut yang menggambarkan kepribadian.

Karena sejatinya “Perempuan memang bukan pemandangan dan kecantikan bukan untuk diperlombakan – Najwa Shihab”.

Baca juga tulisan Wachidatul Zulfia lainnya di sini.


Silahkan login di facebook dan berikan komentar Anda!