Opini Psikologi Populer

Ketika Media Bicara Virus Corona Maka Sambutlah Psikosomatis

Juni 2, 2020

author:

Ketika Media Bicara Virus Corona Maka Sambutlah Psikosomatis


SUKMA.CO – Sudah barang tentu sejak pemerintah mengumumkan kasus pertama 2 Maret 2020, sejumlah media daring berlomba mengejar rating dengan kata kunci Virus Corona. Dari jenis gaya narasi yang simpel, lugas, sedikit melambai dan ada juga yang sedikit over. Jujur, terkadang saya bingung apa yang sudah disampaikan para penulis hebat itu. Terlebih, ketika apa yang dituangkan dalam narasi berita itu sepersekian menit mengundang psikosomatis para pembaca yang budiman.

Psikosomatis yang lebih mudah disederhanakan sebagai stres dan rasa cemas akibat menerima informasi yang berlebih kalo boleh saya katakan, sebenarnya itu lebih kejam daripada serangan virus Corona itu sendiri. Betapa tidak mungkin, efek psikosomatis jangka pendeknya saja dapat nampak pada setiap orang yang bakalan di daulat jadi ahli spesialis virologi dadakan dan informan kesehatan secara sukarela tanpa dibayar sepeserpun.

Tak jarang saya sendiri dapati informasi di group WhatsApp orang pada maen share informasi Corona aja tanpa pikir panjang, bayangkan saja jika informasi itu salah atau hoax dan disebarkan di group-group lain maka sukseslah konsep penyebaran informasi metode multi level marketingnya.

Baca Juga: Psikologi Positif : Bagaimana Covid-19 Membuat Seseorang Menjadi Manusia Seutuhnya

Itu sebenarnya adalah imbas dari setiap waktu kita dijejali informasi media yang membabi buta sedari bangun tidur, mulai scrolling beranda di sosmed hingga memenuhi kewajiban untuk visiting chanel siaran khusus Corona. Orang mulai berfikir bagaimana menjaga tubuh agar tidak bersuhu tigapuluh delapan derajat keatas, menutup mulut dengan masker hingga super ketat dalam tatacara membasuh tangan sampai berbusa.

Sambutlah Psikosomatis

Kembali pada psikosomatis, sebenarnya apa yang dinarasikan oleh para pemburu rating Corona itu tidak ada yang salah. Toh ini semua demi kepentingan kesehatan, maka narasi psikosomatis harus diciptakan karena tidak semua orang akan mudah percaya dengan kedahsyatan Corona sehingga masih aja yang ndablek kluyuran. Tapi, dibalik pengkondisian psikosomatis itu ada baiknya kita juga mulai ngeh dan menyaring sejumlah informasi yang baik dan tepat untuk diri kita sendiri. Kenapa harus diri kita? Ya kalo saya sih, ya harus! Pastinya saya punya alasan mengapa harus dari diri sendiri.

Baca Juga: Mengapa Sebagian Kita Masih Bebal Saat Pandemi?

Saya tidak mengajak para pembaca yang budiman untuk saling sokong untuk mengkampanyekan kesehatan secara dramatis, kalo tidak dimulai dari diri sendiri. Saya hanya berfikir ketika kita bertindak dengan tepat dan sesuai anjuran para pakarnya, disitulah sebenarnya kita menjadi cermin bagi orang lain.

Dengan mematuhi protokol kesehatan yang disampaikan secara resmi dan dapat dipertanggungjawabkan adalah kunci dari usaha kita dalam melawan psikosomatis itu sendiri. Bila perlu, usahakan kita tidak usah lagi debat kusir terkait asal-muasal sejarahnya itu virus, apalagi bicara tentang konspirasi malah bikin tambah unfaedah. Karena ini sudah terjadi bro, jadi ngga penting lagi maen kambing-kambingan.

Sudah selayaknya kita kembali membangun budaya berinteraksi yang baru, semakin lama dirumahkan juga akan menambah beban hutang kita kepada roda kehidupan yang tidak peduli dengan istilah pandemi Corona. Berada dalam ketakutan demi menjaga kesehatan sudah waktunya kita perlakukan sewajarnya, bangkit dari keterpurukan dan menjalani kembali aktivitas untuk selalu bahagia jauh lebih utama daripada berada dalam lingkaran psikosomatis.


Silahkan login di facebook dan berikan komentar Anda!