Kehidupan Di Era Moderat, Tipisnya Batas antara Kepalsuan dan Realita
Sukma.co – Saat ini, banyak sekali ditemukan kehidupan remaja yang melampaui batas pergaulan. Bagaimana kehidupan moderat yang dianut adalah menginginkan kebebasan dengan penggunaan media sosial yang kurang bijak dan keinginan yang semakin hari semakin tinggi.
Sering kali, para remaja yang tidak bijak menggunakan media sosial mudah sekali terbujuk oleh berbagai godaan di dunia maya. Contoh, di twitter ramai adanya ajakan one night stand oleh salah satu Selebtwit (selebriti twitter). Mereka menganggap Selebtwit adalah orang yang pantas dijadikan panutan sehingga apa yang diminta para selebtwit akan dipenuhi oleh pengikutnya tanpa pikir panjang.
Lain halnya di aplikasi tetangga, yaitu instagram. Di mana kehidupan para selebgram (selebriti instagram) di elu-elukan oleh banyaknya pengikut. Kehidupan yang bergelimang harta serta kehidupan yang selalu indah seperti tanpa ada celah menjadi patokan semua pengikut di dalamnya. Tanpa adanya kebijakan dalam menggunakan media sosial, mereka melakukan berbagai cara agar terlihat sama dengan selebgram yang diikuti.
Maraknya prostitusi online yang menjadikan sebagai lahan pekerjaan dengan dalih “kebutuhan hidup yang semakin tinggi”.
Seseorang yang hidup di era moderat pun membuat banyak sekali keinginan yang harus dipenuhi. Bagaimana caranya agar terlihat lebih oke ketika foto di upload di media sosial atau bagaimana terlihat sempurna di fitur stori yang telah disediakan. Keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan kehidupan menjadi momok untuk memutar otak bagaimana caranya agar tampak sempurna di dunia maya. Maraknya prostitusi online yang menjadikan sebagai lahan pekerjaan dengan dalih “kebutuhan hidup yang semakin tinggi”.
Bukan media sosial yang disalahkan. Namun kurangnya kebijakan individu dalam penggunaan media sosial dan parahnya terjadi pada kehidupan remaja yang mana mereka masih terombang-ambing dalam pencarian jati diri.
Dalam hal ini, maka diperlukan tiga poin penting, yakni adanya kesadaran dalam diri, tanggung jawab, dan menciptakan makna akan kehidupan.
Dengan kesadaran diri, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih.
Kesadaran diri merupakan langkah awal dalam pengembangan kepribadian. Kesadaran diri pun tidak serta merta sadar secara otomatis, melainkan adanya bantuan dari individu sendiri. Perlu adanya pemikiran bahwa “no one’s life is a perfect as their instagram feed” sehingga ego dan logika berjalan dengan searah. Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran seseorang, maka sebagaimana dinyatakan oleh Kiergaard, “semakin utuh diri seseorang”. Dengan kesadaran diri, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih.
Menurut Goleman, ada tiga kecakapan utama dalam kesadaran diri, yakni mengenali emosi, pengakuan diri, dan kepercayaan diri. Mengenali emosi dalam hal ini adalah mengenali emosi diri dan pengaruhnya, seperti mengetahui emosi yang sedang dirasakan dan mengapa terjadi. Pengakuan diri, yakni mengetahui kemampuan dan keterbasan diri. Sedangkan kepercayaan diri adalah berani tampil dengan keyakinan diri.
Tanggung jawab itu sifatnya kodrati, yang mana tanggung jawab itu sudah menjadi bagian kehidupan manusia bahwa setiap manusia dan masing-masing orang akan memikul suatu tanggung jawabnya sendiri-sendiri.
Poin yang kedua yakni tanggung jawab. Menginginkan kehidupan moderat yang penuh kebebasan tentu perlu rasa tanggung jawab yang tinggi. Bagaimana kita harus bisa bertanggung jawab atas diri sendiri. Tanggung jawab itu sifatnya kodrati, yang mana tanggung jawab itu sudah menjadi bagian kehidupan manusia bahwa setiap manusia dan masing-masing orang akan memikul suatu tanggung jawabnya sendiri-sendiri.
Sedangkan poin terakhir adalah menciptakan makna akan kehidupan. Makna hidup merupakan suatu hal yang penting dan berharga bagi seorang individu. Apabila seseorang berhasil menemukan makna dalam hidupnya, maka kehidupan yang dirasakan pun juga akan sangat berarti. Makna hidup merupakan hal yang sangat pribadi, yang mana selalu berubah-ubah karena meaning of life itu bersifat dinamis dan situasional.
Editor: Faatihatul Ghaybiyyah