Dari Hoax hingga Anxiety Disorder
Sukma.co – Akhir-akhir ini, santer akan berita Hoax. Entah itu untuk kepentingan pribadi hingga ke politik. Terlebih dahulu kita pahami, apa itu hoax? Hoax sendiri adalah (synonyms: practical joke, joke, jest, prank, trick) adalah lelucon, cerita bohong, kenakalan, olokan, membohongi, menipu, mempermainkan, memperdaya, dan memperdayakan.
Menurut KBBI, Hoaks mengandung makna berita bohong, berita tidak bersumber. Menurut Silverman (2015), hoaks merupakan sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, namun “dijual” sebagai kebenaran. Menurut Werme (2016), mendefiniskan Fake news sebagai berita palsu yang mengandung informasi yang sengaja menyesatkan orang dan memiliki agenda politik tertentu. Hoaks bukan sekedar “misleading” alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, namun disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta (sumber: id.wikipedia.org )
Akhir-akhir ini warga Gresik di hebohkan dengan adanya kabar penculikan, yang mana isinya si penculik mengambil organ tubuh anak-anak kemudian dijual. Dan tidak ketinggalan foto-foto terciduknya si pelaku. Padahal itu adalah berita bohong. Faktanya, foto-foto yang beredar adalah foto seorang ayah yang mengambil hak asuh anak dari mantan istrinya. Lagi-lagi hoax!
Baca Juga: Kenapa Ada Yang Sukses, Kenapa Ada Yang Gagal?
Hoax yang tersebar tentang penculikan anak di Gresik tersebut, membuat para ibu-ibu selalu cemas. Meninggalkan anak untuk bekerja membuat para ibu selalu gelisah di tempat bekerja. Tak sedikit dari mereka selalu mewanti-wanti sang anak untuk tidak bermain di luar rumah. Bahkan mengancam jika sang anak bermain di luar rumah.
“Saya sangat cemas, khawati wes pokoknya takutlah. Jadi sebelum anak saya berangkat sekolah, saya selalu bilang, pulang sekolah langsung pulang dan nggak boleh kemana-mana. Kalau main di luar saya mengancam uang sakunya saya potong” (ER, 39 tahun, wanita karir)
“Saya kunci semua rumah. Setiap anak-anak ingin keluar, saya larang. Kadang mereka menangis, tapi saya biarkan. Saya sangat takut tentang berita penculikan itu” (SA, 35 tahun, ibu rumah tangga)
“Ibu-ibu para wali murid sangat resah dengan adanya kabar tersebut. Sampai mereka meminta pihak sekolah untuk selalu mengawasi anak-anak jika istirahat” (DD, 46 tahun, Kepala SD)
Bukan hanya itu saja, mereka bahkan ikut menyebarkan berita bohong tersebut melalui media sosial yang mereka punya. Tujuan mereka agar para ibu-ibu yang lain waspada. Namun, mereka tidak tahu bahwa ada beberapa ibu-ibu yang setelah membaca berita tersebut, mereka mengalami kecemasan yang membuat mereka tidak nyaman dalam menjalani aktivitas sehari-harinya.
Baca Juga: CPNS, Primadona atau Pelarian?
Selasa, 29 Oktober 2018 terjadi kecelakaan jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 di perairan Karawang, membuat banyak pihak shock. Terlebih lagi keluarga korban. Ketidaksiapan akan berita jatuhnya pesawat, tidak sedikit bahkan hampir semua keluarga korban histeris hingga mengakibatkan trauma. Tragedi tersebut tak luput dari pemberitaan media. Respon publik pun beragam.
Berita-berita tentang jatuhnya pesawat, membuat banyak pihak menjadi ketakutan untuk naik pesawat. Kabar duka ini pun, tak luput dari para penyebar hoaks. Video-video sebelum terjadinya pesawat jatuh banyak tersebar di media online. Padahal itu bukan video saat pesawat Lion Air JT610 jatuh, melainkan video lama dari penumpang pesawat lain yang mengalami turbulensi.
“Saya aslinya phobia naik pesawat. Setiap naik pesawat, saya selalu gelisah sehari sebelumnya. Sekarang ada berita seperti ini, kecemasan saya bertambah dan berlebih. Saya sangat takut” (RS, 28 tahun, wanita karir)
“Entah, saya amat sangat takut naik pesawat sekarang. Kalau bisa, saya tidak perlu berpergian jauh agar tidak naik pesawat” (NH, 30 tahun, wanita karir)
Bukan hanya itu, beberapa anak pun menghapus cita-citanya agar tidak menjadi pilot.
“Saya sudah tidak bercita-cita lagi menjadi pilot lagi. Saya takut. Saya akan memikirkan cita-cita yang lain” (RA, 11 tahun, laki-laki)
Ketakutan-ketakutan akan suatu peristiwa yang terjadi di tambah dengan kabar hoax, menambah kecemasan dalam diri mereka. Gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan perasaan khawatir, cemas, atau takut yang cukup kuat dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Jika sudah masuk tahap sering terjadinya kecemasan secara berlebihan, maka disebut gangguan kecemasan atau anxiety disorder.
Gangguan kecemasan bukan gangguan yang bisa anggap remeh. Jika sudah mengalami gangguan kecemasan berlebih, maka perlu adanya pendampingan. Jadi, kita harus memperbanyak membaca dan mendengarkan berita yang jelas, agar tidak menjadi bagian korban atau penyebar pesan berantai dari hoaks. Karena hoaks sangat membahayakan bagi banyak masyarakat.
Kabar hoaks yang menakutkan, membuat mereka cepat menyerapnya. Padahal jika kita memahami itu kabar hoaks apa bukan, kita bisa melihat ciri-cirinya:
- Konten isi berita bersifat kecemasan, permusuhan dan penghasutan
- Biasanya ada tulisan “sebarkan” atau “lanjutkan”. Ini nih, biasanya para anggota grup wa keluarga, yang isinya para orang tua, mestinya di training untuk menjadi nitizen yang bijak, hihihi
- Sumbernya tidak jelas
Dengan ciri-ciri tersebut, langkah kita selanjutnya adalah:
- Tidak boleh terpengaruh hanya dari membaca judul saja. Istilahnya don’t jugde a book by it’s cover. Kita harus membaca isi dari berita tersebut sebelum berkomentar atau menyerap berita
- Melihat sumber berita dari mana alias jelas dan terpercaya
- Tidak perlu ikut menyebarkan berita, foto, video jika kita belum membaca sepenuhnya dan yakin akan benar tidaknya