Cerpen : Sarjana Psikologi Gendeng
“Siapapun yang berkeyakinan, siap-siaplah dikucilkan”
Sepulang Zaka dari perantauannya justru membuat geger sekampung halaman. Bukan karena menggagahi seorang gadis ataupun mencuri barang seperti kebanyakan mahasiswa yang terjadi saat ini, melainkan menjadi sarjana gendeng. Ya, benar-benar gendeng. Setiap pagi ia berangkat ke sawah milik bapaknya yang hanya seluas sepetak lalu berceramah di sana, tidak ada manusia satupun kecuali seorang diri. Berbicara sendiri sebelum nyawah. Seakan-akan sawah adalah rakyat dan Zaka adalah presidennya. Layaknya oratur ulung dengan meniru gaya Bung Karno yang membara. Semua orang menganggap itu gila. Bahkan bapak dan ibunya bertanya kepadanya. Hanya bisa geleng-geleng tak mengerti maksud anaknya.
Pernah kedua orangtuanya memertemukan ia dengan kyai desa untuk diruqyah, ternyata mbendal. “Aku iki waras, Pak, Buk! Lapo digowo nang Kyai barang, percuma”.
baca juga : Penyuluhan Berbasis Komunitas “Makazi Banyak” Makanan Bergizi Bebas Minyak
Dimana-mana, mana ada orang gila yang mengakui dirinya gila, selalu menganggap dirinya waras, bukan?. Itulah yang sering dipegang masyarakat desa, bahkan kedua orangtuanya mengiyakan pula. Semakin hari semakin sering Zaka ke sawah dan melakukan ceramah, serta terkadang disambung dengan tahlilan dan yasinan sekaligus, bahkan istighotsah.
“Ooo… wong edan!” ketus petani yang sempat meliriknya. Ucapan ini tak hanya sekali, melainkan berkali-kali sering suara ini masuk ke daun telinganya.
Orang-orang ini tak mengerti maksudku. Dan memang aku terdengar gila di luar sana, tapi lihat saja nanti, siapa yang tertawa. Zaka meyakinkan dirinya sendiri. Zaka memang dari kecil terkenal ajeg dengan pendiriannya, persis mendiang eyangkungnya, yang merupakan tokoh desa, yang mbabat desa Raga. Semula yang merupakan hutan dan penuh semak belukar menjadi sebuah tempat berteduh lalu mukim di sini. Memiliki istri sembilan, dengan riwayat banyak menikahi janda lalu wafat, menikahi janda lalu wafat, menikah dan wafat, dengan selang jangka waktu yang tak sampai sejengkal tahun. Sehingga memiliki istri sembilan bukanlah yang mengejutkan. Hebatnya eyangkung adalah merawat anak dari para janda dengan membagi sawah secara adil, walau sepetak-sepetak.
baca juga : Soto dan Arah Lulusan Sarjana Psikologi
Zaka adalah cucu keturunan tunggal eyangkung. Eyangkung, menikah dengan Eyang putri, istri kesembilan yang satu-satunya perawan dan memiliki anak tunggal, yaitu ayahnya sendiri. Dan sekarang ayahnya hanya memiliki Zaka seorang. Zaka yang terkenal pendiam sejak kecil, sekarang suka berbicara, sekali berbicara dicap masyarakat gila.