Curahan Kolumnis Psikologi Populer

Berteman Dengan Quarter Life Crisis (QLC)

November 18, 2019

Berteman Dengan Quarter Life Crisis (QLC)


Jika kamu akan atau sudah memasuki usia 20 tahun, maka bersiaplah untuk kedepannya hidupmu akan penuh dengan berbagai kejutan yang belum pernah dialami sebelumnya. Pada usia ini, kamu sudah memasuki masa peralihan dari masa remaja akhir menuju dewasa awal. Masa peralihan ini terjadi baik secara fisik, intelektual, hingga peran sosial. Karenanya menyandang predikat sebagai orang dewasa bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan tanggung jawab yang besar untuk bisa membuktikan bahwa sejatinya kita sudah bisa menopang hidup dengan kedua kaki kita sendiri. Pun kita seharusnya lebih mengedepankan empati daripada ego yang kita miliki. Selain itu, pada masa ini kita dituntut pula untuk dapat bersikap mandiri, baik dari segi finansial, kebebasan dalam menentukan segala hal yang terjadi pada diri kita sendiri, serta memiliki pandangan akan masa depan yang realistis.

Bagi sebagian orang menjadi dewasa bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilalui, mengingat masa remaja hidup terasa sangat menyenangkan. Akan tetapi saat memasuki usia dewasa dihadapkan dengan kenyataan hidup yang penuh dengan berbagai rintangan, impian-impian yang tidak berjalan dengan apa yang sudah direncanakan, dan banyaknya pertanyaan dari orang-orang sekitar seperti,

“Kapan lulus kuliah?”

“Kapan dapat kerja?”

“Kerja dimana? Gaji dapat berapa?”

“Kapan nikah?”

“Kapan punya anak?”

“Kapan punya rumah?”

“Kapan tambah anak?”

Jika sudah begini, mudahlah bagi kita untuk mengalami Quarter Life Crisis (QLC). Ini adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami krisis emosional yang melibatkan perasaan kesedihan, terisolasi, ketidakcukupan, keraguan pada diri sendiri, kecemasan, tidak memiliki motivasi, serta ketakutan akan kegagalan yang biasanya dipicu oleh permasalahan finansial, relasi, karir, ataupun nilai-nilai yang diyakini. Terjadinya QLC disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor internal yang dikarenakan individu belum menemukan jati diri yang sesungguhnya, dan faktor eksternal yang disebabkan oleh persaingan antar teman sebaya yang semakin kompetitif serta tuntutan lingkungan sekitar yang semakin kompleks. Karenanya, the guardians melaporkan bahwa sebanyak 86% milenials yang mengalami QLC sangat rentan merasa insecure, kecewa, kesepian, hingga depresi.

Meskipun mengalami QLC terasa berat dan menakutkan, bukan pilihan yang bijak apabila kita berusaha melawan dan berlari. Semakin kita menghindari, semakin kita tidak bisa terlepas dari jeratan QLC. Pilihan terbaik dalam menghadapi QLC adalah berusaha untuk menerimanya bahwa dalam hidup tidak akan selalu berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Sesuatu yang dirasa baik bagi manusia, bukan berarti baik menurut pandangan Tuhan.

Karenanya QLC sebagai pengingat bagi diri seseorang untuk terus maju dan memperjuangkan hidupnya. Bersemangatlah, lakukan segala hal yang terbaik dalam hidupmu. Kalau mengalami kegagalan? It’s okay sah-sah saja, that’s what your 20’s is about. Tak perlu berkecil hati melihat pencapaian orang lain yang telah jauh diatas kita, cukup fokus kepada diri sendiri dan percayalah bahwa semua ada waktunya masing-masing. Sebaiknya janganlah berlarut-larut dalam meratapi kegagalan yang terjadi, cobalah untuk fokus dan berani ambil resiko atas apa yang ingin kita capai. Hilangkan segala pikiran yang menyatakan bahwa kita tidak mampu, tidak pantas, dan segala pikiran negatif lainnya. Tantang diri sendiri dan keluarlah dari zona nyamanmu selama ini.

QLC ialah suatu hal yang wajar dan hampir semua orang pernah mengalaminya. Karenanya jika kamu mengalami QLC segala beban permasalahan yang terjadi sebisa mungkin jangan dipendam seorang diri, carilah dukungan orang-orang terdekatmu dan berbagilah masalahmu. Selain itu berikan apresiasi atas segala hal yang kamu lakukan baik itu suatu hal yang besar, kecil, atau bahkan mengalami kegagalan, hal ini merupakan bentuk syukur kita terhadap diri sendiri. Ucapkan kata-kata positif untuk memberikan diri kita energi positif setiap harinya seperti,

“Aku berharga, aku layak bahagia”

“Terima kasih kepada aku yang sudah berjuang hari ini”

“Saya berani menghadapi tantangan”

Ada kutipan Mark Manson dalam bukunya The Subtle Art of Not Giving A F*ck yang menjadi favorit saya dalam mengatasi QLC, “Jangan mengharapkan suatu kehidupan yang bebas dari masalah. Tidak ada hal yang seperti itu. Sebaiknya, berharaplah akan hidup yang penuh dengan masalah-masalah yang baik”. Semangat pejuang QLC!


Silahkan login di facebook dan berikan komentar Anda!