Berebut Jadi Sopir di Medan Terjal
Sukma.co – Tak ubahnya para elite politik yang tahun ini dijadwalkan akan beradu nasib habis-habisan sampai pekan depan yang katanya untuk Indonesia lebih baik, lebih adil dan makmur. Nampaknya, parade kali ini juga di ikuti oleh sejumlah petani, tukang becak, pedagang cilok, calon akademisi dan jenis profesi lain. Bila era jaman keraton Majapahit, kebanyakan orang sepertinya lebih banyak menyukai tren menjadi abdi dan cenderung tak mau menjadi sopir secara aggressive, tapi tidak untuk tahun ini. Seolah-olah mereka cukup mampu untuk memegang setir, kopling dan pedal gas yang para penumpangnya sebenarnya lebih mahir nyetir tapi tak mengakui lantaran kurang percaya diri. Tegasnya, sambil buru-buru duduk dibelakang kursi.
Kalau anda termasuk orang dari kampung, cobalah sekarang pulang dan tengok saja betapa orang desa yang tadi hidupnya adem ayem (bahasa jawa), lantaran terpengaruh oleh tetangganya dan desakan egonya sekarang mereka bisa nyetir meski tak mahir sepertimu. Mereka yang tadinya tak tahu apa itu gas, kopling dan rem sekarang mendadak tenar menjadi sopir baru di desanya. Untungnya, para sopir beneran (mahir) yang kerjanya antar barang dari kota ke kota bahkan sampai luar provinsi menyadari hal itu, dan memilih tak mau ambil bagian di posisi sebagai sopir ketika di suruh nyetir.
Ironi ini menjadi ciri khas para sopir yang telah mahir, mereka lebih suka duduk-duduk dibelakang sambil nyengir mengamati pemandangan di sekitar perjalanan. Sesekali memberitahu bila sewaktu-waktu sopir yang sedang “belajaran (Bahasa jawa)” dan sedang gemar-gemarnya nyupir membawa mobil ugal-ugalan di jalanan. Memberikan masukan dan saran ketika saat berbelok yang baik, ketika harus menginjak rem dan kopling bersamaan saat berhenti serta bagaimana ketika berada pada jalan yang menanjak. Tapi tunggu dulu, sebelum anda menyimpulkan bahwa para sopir baru ini mengikuti apa yang disampaikan sopir yang mahir, tidak juga!.
Para sopir baru yang sudah merasa bisa, nyatanya kebanyakan enggan mau menerima masukan dan saran yang diberikan seniornya. Mereka berlomba-lomba ambil bagian di posisi sopir yang sebenarnya mobil yang akan di setir modelnya lama dan tidak sesuai ketika ia belajar dengan model mobil yang baru. Coba bayangkan bila sopir senior sudah tak lagi di anggap dan sebetulnya sopir senior itu memberikan masukan juga karena kasihan dan terpaksa?.
Kenyataan inilah yang terjadi saat ini, banyak para elite yang sedang duduk dan dipercaya tidak siap dengan kondisi medan yang ada. Saya beranggapan atau jangan-jangan mereka ini sedang ber-eksperiment? Mencoba menerapkan kembali teori, hal-hal baru atau ilmu yang sudah diperoleh pada bangku kuliah yang sebenarnya mereka belum khatam betul. Semoga anggapan saya ini salah!. Nyatanya mereka mati-matian mempertahankan dan membuat publik percaya terhadapnya. Apalagi menjelang parade pergeseran kekuasan, hampir disetiap lini organisasi dijadikan ajang bermanis manja, tanpa memperhatikan aspek professional dan kompetensi yang dimilikinya!.