Begini Dampak Negatif Pemerkosaan Secara Psikologis
Sukma.co – Zaman sekarang ini sudah tidak asing lagi dengan kasus pemerkosaan. Semakin berkembangnya zaman, semakin marak pula kasusnya. Korban terdiri dari berbagai usia, namun yang sering ditemukan adalah kasus pemerkosaan pada remaja wanita yang biasanya masih duduk di bangku sekolah. Pelecehan seksual ini tidak hanya dialami oleh wanita, laki-laki pun bisa saja mengalaminya namun mereka memilih untuk diam karena merasa malu dan hal tersebut juga biasanya terjadi karena masyarakat beranggapan bahwa laki-laki kuat dan mempunyai perlindungan terhadap dirinya sendiri.
Tindakan pemerkosaan dapat mengakibatkan trauma bagi para korban secara psikologis, karena pemerkosaan terjadi atas dasar paksaan dari satu belah pihak yang dilakukan oleh laki-laki kepada wanita atau sekelompok wanita kepada laki-laki yang menjadi korban pemerkosaan tersebut. Pemerkosaan juga dapat danggap sebagai sebuah tindak kriminal yang kasusnya tidak sepele, karena pelaku biasanya memakai kekerasan untuk memaksa korban yang kemudian tidak hanya meninggalkan luka fisik tetapi juga membawa luka batin yang sulit untuk disembuhkan.
Setelah merasa puas karena nafsunya sudah tersalurkan, pelaku akan pergi meninggalkan korban begitu saja. Inilah yang menyebabkan terganggunya kesehatan mental korban.
“Secara psikologis korban mengalami perasaan lemas, sedih, takut, bersalah, jengkel, rendah diri, marah, tidak percaya diri, dendam, benci, dan merasa tidak berharga lagi.”
Setelah menjadi korban pemerkosaan, korban pastinya akan menyalahkan dirinya sendiri serta menyesali apa yang ia lakukan pada saat itu. Bahkan tak jarang korban berfikiran untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri karena mengalami depresi dan merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi.
Biasanya, para korban pemerkosaan ini merasa malu untuk sekedar keluar rumah. Ia merasa takut jika masalah pemerkosaan yang terjadi pada dirinya diketahui oleh masyarakat sekitar. Tidak jarang kerabat dan teman-temannya justru menghina bahkan menyalahkan korban atas pemerkosaan yang terjadi. Baik menyalahkan korban dari segi berpakaian hingga perilaku korban di hadapan pelaku yang tak jarang dinilai menggoda sehingga terjadi pemerkosaan tersebut.
Seharusnya korban pemerkosaan ini mendapatkan dukungan dari kerabat dan masyarakat sekitar agar kuat dan dapat menerima segalanya. Pada faktanya, masyarakat malah memperolok dan menjadikan kasus ini sebagai bahan perbincangan yang pastinya membuat korban semakin terpuruk dan enggan untuk bersosialisasi. Kasus pemerkosaan bukanlah salah korban. Jika kasus pemerkosaan terjadi karena pakaian atau penampilan yang terlalu minim dan perilaku korban yang kemudian terlihat menggoda maka yang harusnya disalahkan di sini adalah pelaku. Mengapa? Sebab ia tidak bisa menjaga pandangan dan nafsunya.
Kasus pemerkosaan juga dapat menyebabkan penurunan konsentrasi belajar bagi para korbannya. Rasa takut dan perasaan menyesal pasti menghantui korban sehingga korban terus memikirkan kejadian tersebut. Selain itu, korban juga tidak dapat berkonsentrasi pada sesuatu yang ia lakukan terutama pada pelajaran di sekolah juga pada hal lain yang akan ia kerjakan, baik di sekolah maupun di lingkungan sekitar.
Selain mengalami gangguan psikologis, korban juga dapat mengalami atau mengidap penyakit menular seksual seperti HIV, AIDS, Klamida, Herpes dan penyakit kelamin lainnya. Juga berisiko mengalami berbagai gangguan kesehatan seperti Infeksi atau pendarahan pada vagina dan Anus. Penyakit kelamin ini terjadi bukan hanya karena pelaku mengalaminya lalu tertular kepada korban, tetapi berhubungan intim tanpa menggunakan pengaman, baik melalui vagina atau anus juga menjadi salah satu faktor terjadinya infeksi yang kemudian menjadi penyakit kelamin seperti HIV. Penyakit kelamin tidak dapat langsung terdeteksi setelah melakukan hubungan intim, dan beberapa gejalanya terlihat ringan namun sebenarnya mematikan.
Korban juga berisiko mengalami kehamilan yang tentunya tidak diinginkan oleh korban. Pelaku pemerkosa tidak memikirkan kondisi korban pada saat ia melakukannya, yang ia pikirkan hanyalah kepuasan nafsunya tersalurkan. Jika korban dalam keadaan subur maka bisa saja korban hamil karena pemerkosan biasanya terjadi tanpa adanya pengaman yang dipakai oleh pelaku. Korban dapat melakukan prosedur aborsi apabila mengalami trauma psikologis, karena ditakutkan korban tidak dapat menerima keadaan kehamilannya, namun itu bukanlah sebuah solusi karena bisa saja setelah melakukan aborsi korban akan semakin merasa bersalah dan terus menyalahkan dirinya atas kejadian yang terjadi.
Apakah pemerkosaan hanya berdampak pada korbannya? Jelas tidak. Pelaku juga mendapatkan dampak. Jika pelaku masih duduk di bangku sekolah, seperti yang sudah saya jelaskan di atas maka hal ini dapat mengganggu konsentrasi belajar dan juga akan memberikan efek candu sehingga pelaku ingin merasakannya lagi. Selain itu pelaku juga dapat dijerat pasal 285 KUHP yang berbunyi “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun”. Namun hanya sedikit korban yang berani untuk melapor sebab malu atau karena adanya ancaman dari pelaku yang menyebabkan korban tidak berani memberitahukan kasus ini kepada orang lain.
Kesimpulan dari pemaparan di atas yaitu kasus pemerkosaan bukanlah salah korban. Peran kita sebagai masyarakat apabila ada kerabat yang menjadi korban pemerkosaan maka haruslah menjadi mendengar yang baik dan memberikan solusi, bisa membantu melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib atau memberikan masukan yang menguatkan mental korban. Tidak dengan menghina, menjadikan perbincangan, bahkan menyalahkan korban atas apa yang terjadi pada dirinya. Sebagai sesama perempuan, maka sudah seharusnya kita saling mendukung, dan menguatkan antar satu sama lain.
Penulis : Melia Santi
Editor : Haniffa Iffa